Rabu, 18 Desember 2013

Be Brave

Sejak akhir November kemarin, umat kristiani seluruh dunia sudah memasuki masa Advent ; masa persiapan Natal. Jadi sudah boleh dong ya kita muterin lagu-lagu natal. Dan saya pun mulai memasang lagu-lagu natal di playlist laptop untuk nemenin saya bekerja.

Seperti biasa, lagu-lagu natal selalu memberi sensasi manis dan membuka memori-memori yang bikin saya banyak melakukan napak tilas perjalanan kehidupan saya selama ini.

Entah bagaimana, memori mengantarkan saya pada suatu kenangan, bertahun2 yg lalu, saat saya masih kelas 2 SD.

Saya lupa dalam rangka apa, tapi ceritanya saat itu akan diadakan Fashion Show di sekolah. Setiap kelas wajib mengirimkan 3 orang perwakilan untuk bergaya di panggung yang sudah disiapkan.

3 orang sudah dipilih oleh wali kelas saya saat itu. Saya tidak termasuk di dalamnya. Padahal saya ingin berpartisipasi dalam fashion show itu.

Lalu, apa yang kemudian a 7-year-old me lakukan waktu itu?

Saya mendatangi wali kelas saya yg sudah kembali dalam kegiatan mengajarnya setelah mengumumkan 3 orang terpilih itu. Beliau sedang membagikan buku2 PR yang selesai dikoreksi. Saya mendatangi beliau yg sedang berdiri di antara bangku teman2 saya, dan saya katakan, 'Ibu, saya mau ikut fashion show itu.'

Saya ingat jelas, beliau lalu membuka mulutnya dan mengatakan 'Oh'. Kemudian beliau berkata 'Ok, nanti kamu ikut juga.'

Dan begitulah, beliau kemudian mengatakan kepada teman2 sekelas bahwa akan ada satu orang lagi yang akan mewakili kelas kami. Dan orang itu saya. Dan beliau bertanya sekiranya ada lagi yang mau ikutan fashion show. Tidak ada yang angkat tangan. Jadi sudah fix kami berempat yang mewakili kelas untuk fashion show.

Selanjutnya yg saya ingat adalah saya memakai salah satu baju terbaik saya, bangun pagi, didandani oleh ibu saya, dan saya ikut fashion show itu dengan hati bahagia.

Ahh, saya tersenyum mengingat peristiwa itu. Apa yg membuat saya tersenyum bukanlah karena saya bisa menjadi 'model' terus beken di sekolah terus banyak yang naksir (plis deh masih SD, hehe). Tapi saya tersenyum karena keberanian saya.

Saya tersenyum karena bangga dengan keberanian saya saat itu.

Coba bandingkan bila peristiwa itu terjadi pada diri saya saat ini, pasti akan banyak pertimbangan di kepala saya yang membuat saya tidak jadi (tidak berani) bilang ke bu guru.

'Yaelah, yauda sih, lo nggak dipilih jd perwakilan krn emang elo nggak pantes aja ikut fashion show. Yg dipilih kan yang cantik2, putih2, rambutnya bagus. Elo itu udah item, pendek, kurus, rambutnya ngembang.'

Tapi sebagai seorang anak kecil yg masih polos, saya nggak mikirin hal itu.

Padahal, klo sekarang, saya pasti mikir juga 'yaelah, lo mau diketawain temen2? Udah tau gak dipilih msh ngotot juga.'

Bener kan?

Hahahaha.

Karena dari itulah, saya sungguh kagum melihat diri kecil saya saat itu. Dan saya pun berpikir, 'boo, waktu masih kecil tuh kita beneran nggak punya rasa takut ya?'

Apa yang saya mau, tanpa ada pertimbangan apapun, saya melakukannya. Apa yg saya mau, harus saya wujudkan.

Sesederhana itu.
Bandingkan sekarang, mau ini mikir panjang dulu. Mau itu, galau dulu.
Rempong ya jadi dewasa. Banyak pertimbangan.
Nggak kayak waktu kecil, main seruduk aja. Hehe.

Kemudian saya pun jadi merenung. Betapa saya rindu menjadi seperti itu. Melakukan apa yang saya mau tanpa rasa takut dan kuatir.

Ahh, melalui kenangan fashion show itu, saya jadi diingatkan kembali, untuk menjadi berani.

Melalui proses intropeksi diri ini, saya belajar dan menemukan perbedaan saya waktu kecil dan dewasa.

Dulu, saya belum mengerti arti resiko. Karena itu saya melakukan apapun dengan berani tanpa memikirkan faktor akibat.

Sekarang, saya sudah mengerti arti resiko, dan secara otomatis mampu melihat dan memperkirakan resiko yg harus saya hadapi untuk setiap keputusan hidup yang saya buat. Belum lagi ditambah dengan variabel2 lain yang berfungsi sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Dan definisi berani menurut saya saat ini adalah meskipun saya sudah tahu akan resiko dan kesulitannya, saya tetap memilih untuk menjalaninya. Saya percaya saya bisa melaluinya, mengatasi segala kesulitan. Tidak takut. Karena saya yakin saya benar.

Saya sudah tahu mimpi saya adalah jadi pengusaha, setahun yg lalu, sayapun masih minta pertimbangan dan pendapat dr orang2 lain ketika ditawari kesempatan itu. Toh meskipun sudah mengetahui dan menjalani beberapa kesulitannya, saya tetap memutuskan untuk menjalani mimpi saya itu.

Waktu saya tetap berpegang teguh pada pendirian untuk masuk kuliah jurusan kimia, sementara ortu saya waktu itu memaksa masuk akuntansi. Dengan segala cara saya tetap tidak bergeming dari keinginan saya meskipun orang tua saya sudah banyak menjabarkan keuntungan masuk akuntansi ketimbang kimia.

Waktu saya tahu saya jatuh cinta sama My-Mas, dan saya memutuskan untuk mengajak dia berbicara dan mengungkapkan perasaan saya. Mempertaruhkan pertemanan kami selama ini demi perasaan yg saya sebut cinta waktu itu. Sungguh saya tidak takut sama sekali waktu itu, saya sangat siap patah hati, ditolak, dan hubungan pertemanan kami rusak. Apapun resikonya.

Beberapa hal penting dalam hidup kita layak dilalui meskipun penuh tantangan. Penuh resiko. Dan saya bersyukur, saya masih dianugerahi keberanian oleh Tuhan. Keberanian yang kadang saya sendiripun tidak habis pikir kalau saya bisa melakukannya.

Dan benar sekali pepatah yang bilang kalau 'we have to keep the child spirit alive in our heart'. 
Karena memang dibutuhkan keberanian seperti anak kecil lah supaya kita tetap bisa bertahan hidup di usia dewasa yang begitu penuh ketakutan ini.



Be brave. Take risks. Nothing can substitute experience. - Paulo Coelho-


You can plan to be brave - it's even better if you just try to be brave. -Clive Barker-


Saya kecil yang mulutnya monyong2. Emang centil waktu kecil, suka diomelin Ibu karna suka gaya yg aneh2 klo foto. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar