Jumat, 14 Februari 2014

Dear My Family : You Are Here

Tadi malem, saya pulang dari kerja naik mobil seperti biasa sama supir. 

Biasanya saya tidur di dalam mobil, tapi tadi malam tidak. Kepala saya sedang sakit banget. Sakit kepala ini emang akhir-akhir ini makin rajin dateng, saya curiga ini migrain. Kalau lagi sakit kepala gitu, saya susah tidur, karena untuk memejamkan mata pun rasanya butuh usaha yang berat. Dan berada di dalam mobil yang bergerak nggak stabil (macet booo, majunya pelan-pelan banget dan dikit-dikit direm) saya pun jadi tambah mual. Jadinya, sepanjang perjalanan yang macet, mata saya melotot ke depan, kepala cenat-cenut, narik napas dalem-dalem, neguk air botolan berkali-kali buat nenangin mual.

Di sekitaran pintu tol Pedati, di depan mobil ada sebuah truk molen. Jalanan cukup lenggang waktu itu, jadi kecepatan kendaraan kencang. Supir saya sendiri memang nggak sabaran orangnya, jadi dia selalu ngebut di saat bisa ngebut. Nah, truk molen ini jalannya lambat dan si supir udah ngasih lampu sign ke kanan buat nyalib si truk molen. Eh entah kenapa tiba-tiba si truk molen ikutan geser ke kanan.

Kaget, pake acara teriak, si supir langsung ngerem mendadak.

Sedetik, jantung saya seperti berhenti rasanya. Bener-bener berhenti. 
Dan di saat itu, di kepala saya terbesit bayangan tentang keluarga saya. Ayah, Ibu, dan ketiga saudara saya.

Tidak ada kecelakaan. Mobil kami tidak menabrak truk molen itu. Supir pun mengklakson berkali-kali memarahi truk molen. Sementara saya tahu, kami berdua sama-sama terkejut setengah mati. 

Butuh waktu beberapa menit untuk saya menenangkan jantung yang berdegup kencang sambil menyesalkan kenapa saya musti sakit kepala dan tidak bisa tidur. Seandainya saja saya tertidur, kan saya tidak perlu menyaksikan peristiwa itu. Dan di saat menenangkan diri itu juga saya jadi berpikir, "Saya pikir saya akan mati pas hampir nabrak truk molen itu, dan yang ada di pikiran saya adalah keluarga saya!"

Ah, saya jadi bertanya-tanya, apa itu rasanya mau mati? Dalam dua tiga detik yang singkat, pikiran saya kosong dan saya bisa melihat keluarga saya di kepala saya. 

Rasa cinta saya kepada keluarga jelas tak usah diragukan lagi. Saya sayang pada mereka melebihi apapun yang bisa diberikan oleh dunia ini. Saat napas saya sudah tenang dan pikiran saya sudah menyatu kembali, saya mengulang lagi dan memikirkan tentang peristiwa yang baru saja terjadi. Apa yang saya pikirkan waktu itu adalah rasa kangen yang begitu besar pada keluarga saya. Perasaan ingin memeluk mereka berlima dalam tangan saya dan membawanya pergi kemanapun saya melangkah. Dan apa yang terjadi kalau si supir terlambat mengerem? Ah, saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga saya.

Saya pun jadi  teringat masa-masa homesick dulu waktu jaman kuliah. Saya pernah mengalami masa-masa kangen rumah segitu hebatnya sampai saya duduk di lantai, bersandar di lemari, kepala menengadah ke atas, dan menangis. 

Saat ini saya sudah lebih kuat...atau mungkin juga terbiasa hidup jauh dari rumah. Tapi peristiwa tadi malam menyadarkan saya kalau memang keluarga tetaplah ada bersama saya kemanapun saya melangkah. Saya mungkin memang tidak bisa memeluknya dengan tangan, tapi yang pasti hati saya memeluk mereka erat-erat dan terus membawa mereka...bahkan di saat saya pikir saya akan mati...saya memeluk mereka semakin erat.

Hari ini Hari Valentine. Dulu jaman masih sekolah, tanggal 13 malam, Ibu membawa kami ke Minimarket dekat rumah, dan membelikan kami beberapa coklat untuk kami berikan ke sahabat-sahabat dan guru-guru. Waktu itu saya memang sekolah di sekolah swasta Katolik dari SD sampai SMP. Waktu masuk SMA negri, saya tinggalkan tradisi itu. Saya katakan pada Ibu kalau teman-teman di sekolah tidak merayakan Valentine. Tapi saya tidak menceritakan pada Ibu kalau puding coklat buatannya yang seharusnya dibagikan pada teman-teman terpaksa saya buang ke tong sampah sekolah karena tidak ada yang mau makan. 

Yang pasti, ajaran Ibu untuk tulus menyayangi sesama nggak pernah saya lupakan sesulit apapun kondisinya sekarang. Suatu ajaran yang impossible...tapi itulah yang bikin saya bersyukur dilahirkan di dalam keluarga ini.

Jadi tadi pagi, saya ngobrol dengan Ibu saya, membicarakan Kelud yang debunya sampai ke rumah keluarga di Jogja. Di akhir obrolan, saya ucapkan Selamat Valentine kepada Ayah dan Ibu. Yang dibalas dengan Selamat Hari Valentine juga, Ayah dan Ibu sayang kamu selalu.

Ahh, meskipun pacar belum pulang kantor dan entahlah apa acara yang akan kami lakukan Valentine ini mengingat anniversary kemarin pun berlalu begitu saja terlupakan karena ini itu....sebuah ucapan sayang dari orang tua cukup. Mengetahui bahwa saya menyayangi keluarga saya dan mereka menyayangi saya juga sudah cukup. Cukup dan saya tidak minta apa-apa lagi dari Tuhan.

Dan saya memeluk mereka semakin erat di dalam hati saya.


Pict from http://t.co/eX6HN3k8LD



Tidak ada komentar:

Posting Komentar